PENDAHULUAN
Surat Roma merupakan kitab yang
ditulis oleh rasul Paulus yang di khususkan kepada orang yang percaya kepada
Yesus baik itu orang Yahudi maupun juga orang bukan Yahudi (Yunani) yang berada
di Roma. Surat Roma mencirikan
sebuah uraian teologis yang disusun dengan rapi oleh Paulus sendiri. Jika
dipelajari lebih dalam tentang latar belakang surat Roma tidak lain yaitu
jemaat mula-mula pada saat itu memiliki penafsiran yang berbeda tentang
“dibenarkan”, atau dengan istilah lain diterima oleh Allah dan sikap seperti
apa seorang pengikut Yesus untuk biasa dibenarkan tersebut dan berkenan
dihadapan Allah. Sehingga, telah memicu permasalah antara orang Yahudi dan
bukan Yahudi atau sikap saling menganggap lebih benar di banding yang lain.
Situasi demikian membuat Paulus memiliki sebuah sikap yang tegas untuk
menjelaskan dan memberi pemahaman terhadap jamaat yang ada di Roma dengan
menegaskan bahwa Injil merupakan “kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap
orang percaya baik itu orang Yahudi maupun orang Yunani.
Permasalah yang terjadi di jemaat
Roma yang demikian, Paulus dengan sengaja mau menuliskan surat khususnya dalam
Roma 2:1-16. Dengan tujuan agar jemaat
di Roma sadar untuk tidak saling menganggap lebih baik dari yang lain karena
semua orang telah berdosa dan sama dihadapan Tuhan dan tidak akan memandang
siapa pun dia dan dari mana sukunya serta menyadarkan bahwa jika dibenarkan pun
itu karena anugerah-Nya. Serta Paulus menekankan bahwa sesungguhnya Tuhan tidak
membenarkan orang hanya karena dia telah mendengarkan hukum Taurat melainkan
orang-orang yang melakukan hukum tauratlah yang dibenarkan oleh Allah.
Berdasarkan
Roma 2:1-16, telah menimbulkan
pertanyaan, apa bedanya orang Yahudi dan orang non Yahudi? Apakah kebebasan
dari murka merupakan hal yang bisa diusahakan manusia? Dan apakah orang yang
belum menerima hukum Taurat terbebas dari pembelaan penghakiman Allah? Maka
melalui paper ini akan memamparkan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut
agar penulis dan pembaca bisa memahami maksud rasul Paulus menyatakan demikian
berdasarkan Roma 2:1-16.
Tafsiran Roma 2:1-16
Berdasarkan Roma 2:1-16 telah banyak
orang memberi pemahaman serta tafsiran atas maksud Paulus menurut surat
tersebut kepada jemaat yang di Roma. Dalam hal ini, penulis akan membandingkan
dua orang penafsir yang akan di jabarkan berdasarkan pemahaman dan tafsiran
mereka masing-masing yaitu sebagai berikut:
William Barclay dalam bukunya, telah merangkum bahwa
Paulus membagi dua hal yang perlu diperhatikan dalam perikop ini yaitu:[1]
1.
Orang Yahudi
Orang Yahudi menerima Hukum Taurat
(hak istimewa) serta sebuah tanggungjawab yang harus dikerjakan. Seharusnya
orang Yahudi karena telah mengatahui kebenaran itu maka mereka berada dalam
jalur yang lurus bukan sebaliknya yaitu dengan tidak melakukanya. Oleh sebab
itu, maka sangat besar kemungkinan kepada mereka untuk mendapatkan penghakiman
dari Allah. Oleh sebab mereka mengetahui kebenaran namun tidak melakukannya.
Kemudian sebagai orang yang belum
mengetahui hukum Taurat dan ia juga akan dihakimi oleh Allah sebagai orang yang
tidak mengenal hukum Taurat. Dan dalam dua hal yang berbeda inilah Allah
menyatakan keadilan-Nya pada masa penghakiman-Nya. Dalam hal ini, pada
hakekatnya manusia susah memahami serta mengerti keadilan Allah yang dimaksud
tersebut tetapi kita harus sadar bahwa keadilan kita manusia beda dengan
keadilan Allah Sang Maha Kuasa itu.
2.
Orang non Yahudi (Orang Yunani)
Paulus melanjutkan kepada orang Yunani bahwa mereka
sesungguhnya juga tidak dapat menuntut pembebasan dari penghakiman Allah.
Walaupun berdasarkan fakta bahwa ia belum menerima hukum Taurat yang tertulis,
namun mereka adalah bagian yang telah diberikan hati nurani oleh Allah karena
mereka adalah serupa dan segambar dengan Allah. Sehingga dalam hal ini Allah
akan melaksanakan penghakiman-Nya terhadap manusia menurut apa yang manusia
sudah ketahui dan berdasarkan kesempatan baginya untuk mengenal kebenaran.
Sedangkan menurut penafsiran Warren W. Wiersbe dalam Roma
2:1-16, ia membagi menjadi 3 pokok utama yaitu:[2]
1.
Orang-orang bukan Yahudi (2:1-3), menjelaskan bahwa:
Sesungguhnya, kebanggaan bangsa Yahudi
akan kebangsaan dan agama mereka menyebabkan mereka memandang rendah terhadap
“anjing-anjing” dan menjauhi mereka. Paulus menggunakan sikap menghakimi ini
untuk membuktikan dosa bangsa Yahudi; karena
hal-hal yang mereka hakimi dalam diri orang-orang bukan-Yahudi, mereka sendiri
melakukan! Mereka menyangka bahwa mereka luput dari hukuman Allah karena
mereka adalah bangsa pilihan Allah. Tetapi Paulus menegaskan bahwa pemilihan
Allah atas bangsa Yahudi menyebabkan tanggung jawab mereka bahkan lebih besar.
Penghakiman Allah didasarkan atas kebenaran. Allah tidak memakai ukuran yang
berbeda untuk menghakimi bangsa Yahudi dan bangsa bukan-Yahudi. Dengan
menghakimi orang-orang bukan-Yahudi atas dosa-dosa mereka, orang-orang Yahudi
sebenarnya sedang menghakimi diri sendiri.
2. Berkat Allah (2:4-11) menjelaskan
bahwa:
Paulus tidak sedang mengajarkan
keselamatan yang dicapai dengan tingkah laku atau perbuatan-perbuatan baik. Ia
sedang memberi penjelasan tentang prinsip dasar yang lain tentang penghakiman
Allah: Allah menghakimi manusia menurut perbuatan-perbuatannya sama seperti Ia
menghakimi manusia menurut kebenaran. Paulus di sini sedang membicarakan
perbuatan-perbuatan yang tetap dalam kehidupan seseorang, penekanan total dari
watak dan tingkah lakunya. Misalnya: Daud melakukan beberapa dosa yang mengerikan;
tetapi penekanan seluruh hidupnya adaalh ketaatan kepada Allah. Yudas mengakui
dosanya dan menyediakan uangnya untuk membeli tanah pekuburan untuk orang-orang
asing; tetapi penekanan seluruh hidupnya adalah ketidaktaatan dan
ketidakpercayaan. Iman yang
benar-banar menyelamatkan membuahkan ketaatan dan kehidupan yang saleh meskipun
kadang-kadang mungkin jatuh ke dalam dosa. Ketika Allah menilai
perbuatan-perbuatan bangsa Yahudi, Ia mendapatkan bahwa perbuatan-perbuatan
mereka sejahat perbuatan-perbuatan bangsa bukan-Yahudi. Kenyataan bahwa bangsa
Yahudi merayakan upacara-upacara tertentu atau bahkan menghormati hari sabat
secara teratur tidak mengubah kenyataan bahwa kehidupan sehari-hari mereka
secara keseluruhan merupakan ketidaktaatan kepada Allah. Berkat-berkat Allah
tidak menuntun mereka kepada pertobatan.
3.
Hukum Allah (2:4-11) menjelaskan bahwa:
Pernyataan Allah dalam ayat 11, “sebab Allah tidak
memandang bulu” akan mengejutkan orang Yahudi karena mereka merasa patut
menerima perlakuan khusus sebagai umat pilihan Allah. Tetapi Paulus menjelaskan
bahwa hukum Yahudi hanya memperbesar dosa bangsa Israel! Allah tidak meberikan
hukum Taurat kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi, karenanya mereka tidak akan
dihakimi oleh hukum Taurat. Sebenarnya, “isi hukum Taurat ada tertulis di dalam
hati mereka.
Berdasarkan
pemahaman kedua orang tersebut diatas, maka penulis menjabarkan ada dua pokok
penting yang di bahas dalam Roma 2:1-16, yang di jelaskan berikut ini.
Kehidupan Orang Yahudi
Pada awal perikop ini terdapat Kata
“menghakimi” disini berasal dari kata Yunani yaitu “κρίνεις” artinya menyalahkan, menilai, atau mengadili. Di ayat
pertama, Paulus seakan-akan sedang berdebat dengan orang-orang yang memiliki
anggapan bahwa mereka paling benar dan tidak akan di hukum oleh Allah (tidak
lain yaitu orang Yahudi yang berada di Roma) sehingga berani menjatuhkan
hukuman/menghakimi golongan tertentu yang dianggap najis menurut pemahaman
mereka sendiri (Roma 1:18-32). Paulus dengan tegasnya mengatakan bahwa ketika
engkau menghakimi orang lain, maka secara tidak langsung juga engkau telah
menghakimi dirimu sendiri. Mengapa
demikian? Karena yang menghakimi itu pun tak luput dari dosa atau dengan kata
lain sama-sama melakukan dosa di hadapan Tuhan. Hal itulah yang tersembunyi
dimata orang Yahudi dan bahkan dibutakan oleh sebab kesalah pahaman terhadap
Taurat yang mereka miliki. Menurut Warren W, seharusnya orang Yahudi menyadari
bahwa pemilihan Allah atas mereka membuat mereka tahu akan tanggung jawab
bahkan tanggung jawab yang lebih besar pula terhadap Allah.[3]
Selanjutnya (ayat 2) Paulus dengan sebuah kepastian
meyakinkan bahwa hukuman Allah akan di lakukan dengan jujur terhadap
orang-orang yang menghakimi orang lain. Hukuman Allah artinya hukuman terakhir,
yang akan terjadi pada akhir zaman. Pada saat itu Allah akan senantiasa
menjatuhkan hukuman “menurut kebenaran”. Penghukuman yang pasti itu orang
Yahudi sangat mengerti dan memahami namun mereka beranggapan bahwa hal itu
tidak berlaku bagi mereka. Sehigga mereka berprinsip bahwa posisi mereka lebih
istimewa di bandingkan dengan orang lain. Oleh sebab itu, Paulus ingin
menegaskan bahwa hukum itu berlaku juga kepada orang Yahudi bahkan kepada semua
orang tanpa pandang bulu. Serta Paulus menyadarkan mereka bahwa sesungguhnya
mereka juga adalah orang berdosa yang tidak layak menghakimi golongan tertentu.
Lebih jauh Paulus menekankan bahwa Allah tidak menghakimi berdasarkan keturunan
dan bangsanya melainkan sesuai dengan cara hidupnya,[4] sebagaimana perpektif orang Yahudi.
Pola
pengajaran orang Yahudi yang selalu menganggap mereka adalah umat yang di
istimewakan (di pilih) Allah membuat mereka memiliki sikap yang sombong dengan
pengakuan diri paling benar dan kudus dihadapan Allah. Sehingga mereka
menganggap rendah terhadap “anjing-anjing kafir” serta menjauhi mereka.
Pemahaman yang demikian dibuktikan salah satu contoh dalam bukunya William
Barclay menuliskan kata-kata dari salah seorang Yahudi saat dipertanyakan
bagaimana kedudukan mereka dalam Dialogue with Trypho, orang Yahudi berkata,
“mereka yang adalah benih Abraham secara jasmani, bagaimanapun juga, meskipun
mereka berdosa dan tidak percaya dan tidak taat kepada Allah, akan mendapat
bagian dalam kerajaan kekal.”[5]
Sikap orang Yahudi yang selalu menghakimi kelompok lain dan menganggap mereka
paling istimewa tersebut dapat dilihat sebagaimana mereka menjauhkan diri
terhadap orang Samaria karena menganggap najis dan mereka umat yang kudus, oleh
sebab itu mereka sama sekali tidak mau berbaur bahkan lewat ditanah orang Samaria
agar kenajisan orang samaria tidak akan menajiskan kekudusan mereka (Yoh. 4:9).
Faktor utama mereka memiliki sikap ini karena mereka
telah menerima Taurat Tuhan dan sungguh-sungguh berupaya menaati
perintah-perintah dan larangan yang tercantum di dalamnya. Berkat hukum Taurat,
demikian keyakinan mereka, mereka sanggup melepaskan diri dari lingkaran satan
kekafiran baik dosa yang mendatangkan hukuman, dan hukuman yang mendatangkan
dosa.[6] Hal itu terjadi bukan karena kebaikan mereka
yang membebas dari hukuman tetapi karena mereka adalah keturunan Yahudi. Inilah
motivasi dan penafsiran yang salah orang Yahudi. Oleh sebab itu Paulus ingin
mencerahkan pemahaman yang demikian melalui perikop ini bahwa yang penting
untuk diketahui bahwa bukan hanya sekedar memiliki
hukum Taurat, melainkan melakukan hukum
Taurat.
Ayat 1 dan 3 Paulus memakai kata “Manusia” beberapa penafsir
dan mengartikan bahwa hal itu berlaku secara umum kepada orang-orang Yahudi
juga termasuk orang Yahudi Kristen. Menunjukkan bahwa semua sama tidak ada
perbedaan. Dan hal ini jelas sangat bertolak belakang sebagaimana orang Yahudi
memahaminya (penjelasan sebelumnya). Di sini Paulus secara langsung menegor dan
sekaligus mempertanyakan kembali kepada mereka dengan mengatakan, “Dan engkau,
hai manusia, engkau yang menghakimi mereka yang berbuat demikian, sedangkan
engkau sendiri melakukannya juga, adakah engkau sangka bahwa engkau akan luput
dari hukuman Allah?. Kata Paulus ini ingin menekankan bahwa sekali lagi bahwa
kamu juga tidak lebih baik dan orang-orang yang engkau hakimi tersebut. Atau
dengan kata lain jika di perhalus, bahwa orang Yahudi tidaklah lebih baik
terhadap orang Samaria, sama sekali tidak.
Pola pemahaman yang salah orang Yahudi itu, Paulus
memberi sebuah tantangan dengan mengatakan secara berterus terang kepada mereka
“Maukah
engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan
hati-Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun
engkau kepada pertobatan?” (ay. 4). Kata-kata Paulus telah mencirikan jati diri serta sifat Allah
itu sendiri sebagaimana di yakini dinyatakan kepada Paulus oleh Roh Kudus. Jati
diri Allah tersebut terdapat tiga hal khususnya dalam (ay. 4) dalam perikop
ini, yaitu:
1.
Kemurahan (chrestotes) artinya kemurahan hati. Hal
demikian terbukti sebagaimana Yesus memperlihatkan dengan lemah lembut dan
kasih kepada wanita berdosa yang meminyaki kakinya dan wanita yang kedapatan
berzinah. Dari kata ini, Paulus menegaskan bahwa “kamu orang-orang Yahudi
berusaha mencari keuntungan dari kemurahan Allah.” Ini suatu sikap yang tidak
baik dan benar dihadapan Tuhan.
2.
Kesabaran (anoche) yang dapat diartikan suatu sikap
memilih berhenti melakukan suatu yang bertentangan dengan-Nya dengan bersifat
sementara. Paulus memakai kata “Anoche” ini seakan-akan Paulus ingin menegaskan
bahwa “jangan kamu beranggapan orang-orang Yahudi bahwa kita selamat karena
penghukuman Allah belum menimpa atas kita” hal itu bukan suatu jaminan yang
melainkan Allah hanya memberi kesempatan untuk bertobat dan mengubah jalan
pikiranmu.
3.
Kalapangan hati (makrothumia). Makrothumia adalah suatu
kata yang menyatakan, kesabaran terhadap sesama manusia. Salah seorang tokoh
merumuskan hal itu sebagai sifat manusia yang mempunyai kuasa untuk membalas
dendam tetapi tidak pernah menggunakan kuasanya itu.
Seterusnya, Paulus ingin melanjutkan terhadap orang
Yahudi, bahwa sesungguhnya ketika Engkau telah menerima pengampunan dosa itu
dari Allah maka seharusnya kamu sekalian berubah menjadi orang yang senantiasa
mau di ubahkan dan bertobat dari kesalahan dan dosa-dosa bukan malah sebaliknya.
Salah seorang yang bernama Heine mengatakan bahwa: “pengampunan Allah terhadap umat berdosa itu merupakan suatu pikiran
Allah yang tidak bisa telusuri.” Sesuai dengan pandangan Heini itu, maka
manusia seharusnya ketika menerima pengampunan pada dosa bukanlah ia semakin
semena-mena mau berbuat salah karena di beri ampun dari sang Bapa, melainkan
pengampunan itu di jadikan suatu kesempatan untuk mau berubah menjadi lebih
baik. Hal inilah yang di kehendaki Allah terhadap orang Yahudi dan seluruh
manusia.[7]
Ayat 5 menjelaskan lebih jauh bahwa ketika orang Yahudi
mengeraskan hati untuk tidak mau bertobat pada kesempatan yang sudah Allah
berikan maka sesungguhnya kamu sekalian sedang menimbun muka Allah atas kamu.
Dalam buku tafsiran masa kini, di andaikan sebagai seorang yang sedang menabung
murka dari Allah dengan bunga tabungan yang bertumpuk-tumpuk dan tabungan itu
akan dibuka pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan
dinyatakan.[8] Di
ayat 6 di lanjutkan bahwa ke adilan Allah itu akan di terima oleh setiap orang
sesuai dengan perbuatannya salama ia ada di dunia ini. Waktu dan penggenapan
ini hanya di ketahui oleh Allah sendiri dan manusia pun tak mengetahunya.
Di ayat 7-10, Paulus memberi bayangan konsekuensi yang
akan di terima setiap orang pada waktu penghakiman Allah itu. Paulus disini
memberi dua pilihan beserta konsekuensi yang mau tidak mau pasti akan di genapi
di dalam Tuhan.
1.
Bagi orang yang tekun berbuat baik, mencari kemuliaan,
kehormatan dan ketidakbinasaan mendapatkan kehidupan yang kekal. Hal ini Paulus
lagi-lagi menekankan bahwa kemuliaan, kehormatan dan damai sejahtera tersebut
berlaku kepada semua orang baik orang Yahudi maupun orang non Yahudi (ayat 7,
10).
2.
Tetapi bagi yang mencari kepentingan diri sendiri, tidak
taat pada kebenaran, serta berbuat jahat mereka juga akan mendapatkan murka dan
geram yang menghasilkan penderitaan dan kesesakan. Hal ini juga berlaku pada
orang Yahudi maupun non Yahudi.
Sebagai sebuah penutup dari semua itu menurut Rasul
Paulus di ayat 11 mengatakan “Sebab Allah Tidak memandang bulu” atau dengan
kata lain Paulus mengatakan bahwa pada saat itu keadilan dan penghukuman Allah
terbukti yang tanpa pengecualiaan. Berdasarkan uraian di atas, maka banyak
orang terjebak bahwa sesungguhnya kesempurnaan dan keselamatan merupakan hal
yang bisa di usahakan oleh setiap manusia. Hal seperti ini tidak sedikit orang
menafsirkannya dan resiko lebih jauh mereka mengorbankan ketidak ada artinya
pengorbanan Yesus di kayu salib.
Penafsiran seperti ini salah karena mereka sedang
memisahkan antara iman dan perbuatan. Namun sesungguhnya iman dan perbuatan
merupaka dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Kalimat “Allah akan membalas setiap orang menurut perbuatannya,” maksud
Paulus disini bahwa sesungguhnya orang yang telah mengaku mempunyai iman maka
sesungguhnya akan tercermin di dalam perbuatannya dan sebaliknya orang yang
mengaku beriman namun tidak menghasilkan dan tercermin dalam perbuatan maka itu
sebenarnya bukan iman melainkan iman yang mengada-ngada (iman palsu). Dalam hal
ini, Paulus berpendapat bahwa satu-satunya jalan untuk melihat iman seseorang
ialah melalui perbuatan.[9]
Hukum Ada Kepada
Semua
Ayat 12-16, seakan-akan setelah Paulus berbicara terhadap
orang Yahudi maka sekarang Paulus mau beralih pembicaraannya kepada orang yang
belum menerima hukum secara tertulis yaitu orang Yunani. Dengan sebuah pendapat
Paulus yang menarik disini bahwa walaupun kamu (orang non Yahudi) juga belum
menerima hukum tertulis namun sesungguhnya hukum itu ada didalam hati nuranimu
(hukum kodrati). Pada hakekatnya semua orang adalah gambar dan rupa Allah.
Sebagaimana gambar dan rupa Allah maka dia memiliki hati nurani tersebut. Dan
hal itu terbukti bahwa manusia itu dalam batinnya terdapat hukum kodrati. Untuk
dapat kita buktikan secara sederhana yaitu pada umumnya manusia pasti mampu
membedakan mana yang baik dan yang buruk. Sikap mempertimbangkan demikian di
dalam Alkitab “hati nurani.”
Dengan Oleh sebab itu, Paulus sepertinya menjawab
orang non Yahudi bahwa kamu semua tidak ada alasan untuk menghindar juga dari
penghukuman. Ada sebuah konsekuensi yang nyata bahwa jika kamu melanggar dan
tidak melakukan hukum yang ada di dalam hatimu itu maka kamu semua mendapatkan
penghukuman Allah. Berdasarkan pemahaman seperti ini juga, sepertinya beberapa
penafsir memberi pemahaman yang sama seperti demikian bahwa sepertinya Paulus
membuat suatu teguran dan nasehat yang seimbang antara dua kelompok yang saling
bertentangan.
Kesimpulan
Dalam surat Paulus Roma 2:1-16 suatu
keprihatinan Paulus melihat keadaan jemaat Di Roma khususnya orang Yahudi yang
memiliki pemahaman yang salah akan kebenaran.
Selain dari pada itu, Paulus menekankan dan menegaskan bahwa pemilihan
Allah atas bangsa Yahudi menyebabkan tanggung jawab mereka bahkan lebih besar.
Penghakiman Allah di dasarkan atas kebenaran. Allah tidak memakai ukuran yang
berbeda untuk menghakimi bangsa Yahudi dan bangsa bukan-Yahudi. Serta Paulus
ingin menegaskan bahwa seharusnya Iman yang benar-banar menyelamatkan akan
membuahkan ketaatan dan kehidupan yang saleh serta mempunyai kasih kepada Tuhan
dan kasih kepada sesama manusia. Kemudian Paulus menekankan bahwa sebenarnya
semua orang memiliki hukum Taurat sebagai wahyu umum jadi sebenarnya manusia
memiliki kesamaan di hadapan Tuhan untuk Dia adili melalui perbuatannya
masing-masing.
[1]William
Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991), 72.
[2]
Warren W. Wiersbe, Benar Di Dalam Kristus
(Bandung: Kalam Hidup, 1977), 25.
[3]
Warren W. Wiersbe, Benar Di Dalam Kristus
(Bandung: Kalam Hidup, 1977), 25.
[4]
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap
Hari (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991), 66.
[5]
Ibid., 66.
[6]
Th Van Den End, Tafsiran Alkitab Surat
Roma (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), 85.
[7]
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap
Hari (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991), 69.
[8]
A. Simanjuntak, Tafsiran Masa kini
Matius-Wahyu (Jakarta: Terj. Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1983), 417.
[9]
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap
Hari (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991), 71.
Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
BalasHapusJika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.
Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)
Terima kasih atas penjelasannya. Bagikan ya dalam berbagai bentuk pelayanan. Boleh invite pertemanan di WhatsApp 087871620076. Terimakasih sambutannya. Syalom.
BalasHapus